POROS1, LEBAK – Inspektorat Kabupaten Lebak mengaku jika temuan LHP BPK tahun 2024 terhadap Inspektorat merupakan hasil temuan yang auditnya diminta sendiri oleh inspektorat Lebak kepada tim BPK, yang tujuannya tidak lain agar Inspektorat sebagai lembaga negara yang memeriksa dan mengaudit kegiatan OPD tidak salah dalam menjalankan tugasnya.
“Iya kami sendiri yang meminta kepada BPK agar kegaitan kami diperiksa, tujuannya untuk kami berbenah sebagai lembaga yang memeriksa kegiatan OPD, ternyata memang ada, sehinggga kami menindaklanjuti dengan ketentuan dan arahan BPK,” kata Inspektur Inspektorat Lebak Rusito, yang didampingi Sekretaris Inspektorat Vidia Indra dan Zaenal Mutaqin Kasubag Anilisis dan Evaluasi Laporan, di ruang kerjanya, Senin (23/6/2025).
Menurut Rusito, Inspektorat menunjukkan komitmennya dalam memperkuat tata kelola keuangan di kantornya dengan menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait belanja perjalanan dinas. Langkah-langkah korektif dilakukan sebagai bentuk nyata dari semangat transparansi dan akuntabilitas publik.
Lanjutnya, dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK tahun anggaran 2024, disebutkan bahwa terdapat 6 perangkat daerah yang pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja perjalanan dinasnya dinilai belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
“Salah satu temuan utama adalah penggunaan biaya transportasi dan paket meeting yang tidak seluruhnya sesuai peruntukan, terutama pada kegiatan perjalanan dinas dengan pola full board,” ujarnya.
Terkait dengan hal ini, kata dia, Inspektorat Kabupaten Lebak telah mengambil langkah cepat dengan melakukan verifikasi internal dan memastikan pengembalian kelebihan anggaran ke kas daerah.
“Kami tegaskan, seluruh kelebihan anggaran sudah dikembalikan oleh pegawai yang terlibat secara langsung ke rekening kas daerah. Proses ini juga sudah diverifikasi oleh BPK,” terangnya.
Sebagai contoh, kata Rusito, dalam satu kegiatan perjalanan dinas ke Provinsi Jawa Barat, sebelumnya dianggarkan Rp430.000 per orang per hari sesuai DPA. Namun setelah pemeriksaan, berdasarkan standar satuan harga (SSH), ternyata hanya diperbolehkan Rp150.000 per hari karena kegiatan tersebut tergolong full board.
“Perbedaan nilai ini dikembalikan oleh setiap peserta perjalanan sebesar Rp840.000,” paparnya.
Rusito menjelaskan, BPK juga memberikan sejumlah rekomendasi penting untuk sejumlah OPD di lingkungan Pemkab Lebak, di antaranya meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan belanja barang dan jasa.
Menguatkan peran PPTK dan bendahara pengeluaran agar menjalankan fungsi sesuai aturan. Menyesuaikan seluruh penganggaran kegiatan perjalanan dinas agar mengacu pada SSH terbaru.
Zaenal Muttaqin kasubag Anilisis dan Evaluasi Laporan menyatakan, fenomena ini bukan hanya terjadi di satu instansi, melainkan praktik lama yang selama ini menjadi kebiasaan di berbagai OPD. Pemeriksaan tahun lalu menunjukkan bahwa 6 OPD terlibat dalam pola serupa, namun Pemkab Lebak memilih untuk menjadikannya sebagai momentum pembenahan sistemik.
“Rekomendasi BPK kami jadikan sebagai bahan introspeksi dan evaluasi. Ini bukan semata-mata koreksi, tapi bagian dari proses perbaikan berkelanjutan menuju tata kelola yang lebih baik,” ungkap Zaenal
Zaenal juga menambahkan, bahwa dokumen LHP BPK merupakan bagian dari informasi publik. Masyarakat dapat mengaksesnya secara resmi melalui prosedur permintaan ke BPK RI, sebagai lembaga yang berwenang.
“Langkah-langkah pembenahan yang dilakukan ini menunjukkan, jika kita tidak hanya terbuka terhadap evaluasi eksternal, tetapi juga aktif mengambil langkah nyata dalam mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab di Kabupaten Lebak ini,” ucapnya.(*)
Editor : Nurul